Senin, 15 Oktober 2012
BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah telah mengeluarkan aturan-aturan pemakaian BTP secara optimal.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat. Kenyataannya masih banyak produsen makanan yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan. Efek dari bahan tambahan beracun tidak dapat langsung dirasakan, tetapi secara perlahan dan pasti dapat menyebabkan sakit. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu : 1) Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk makanan; 2) Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang beracun atau BTP yang melebihi batas akan membehayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Karena itu produsen pangan perlu mengetahui peraturan-peratun yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP.
Secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk : 1) Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan; 2) Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut, 3)
Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera, 4) Meningkatkan kualitas pangan dan 5) menghemat biaya. Produsen produk pangan menambahkan BTP dengan berbagai tujuan, misalnya membantu proses pengolahan, memperpanjang masa simpan, memperbaiki penampilan dan cita rasa, serta pengaturan keseimbangan gizi.
B. PENGGOLONGAN BTP
Berdasarkan fungsinya, menurut peraturan Menkes No. 235 tahun 1979, BTP dapat dikelompokan menjadi 14 yaitu : Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, pemantap dan pengental; Peneras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa da aroma, Sekuestran; dll. BTP dikelompokan berdasarkan tujuan penggunaanya di dalam pangan. Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat digolongkan sebagai : Pewarna; Pemanis buatan; Pengawet; Antioksidan; Antikempal; Penyedap dan penguat rasa serta aroma; Pengatur keasaman; Pemutih dan pamatang tepung; Pengemulsi; Pemantap dan pengental; Pengeras, Sekuestran, Humektan, Enzim dan Penambah gizi.
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk membei kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna ini, namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan harga lebih murah. Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang lebih aman. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah : Karamel, Beta-karoten, Klorofil, dan Kurkumin.
Pemnais buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami yaitu rasanya lebih manis, membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori ataupun mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes) dan harganya lebih murah. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah Aspartam, sorbitol, sakarin, dan siklamat yang mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu sering disebut sebagai “biang gula”.
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk memperpanjang masa simpan bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah benzoat, propionat, nitrit, nitrat, sorbat dan sulfit.
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin, atau bumbu masak dlm berbagai merek. Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan mengantar sinyal-sinyal antar sel otak, dan dapat memberikan cita rasa pada makanan.
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengenatl dalam makanan adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang kompak. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya agar, alginate, dekstrin, gelatine, gum, karagenan, lesitin, CMC, dan pektin.
Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi lemak, atau minyak yang
terdapat di dalam makanan. Bahan antioksidan yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya askorbat, BHA, BHT, TBHQ, propel galat, dan tokoferol.
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah aluminium amonim/ kalium/ natrium sulfat, asam laktat, asam sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat.
Antikempal biasa ditambahkan ke dalam pangan yang berbentuk tepung atau bubuk. Karena itu peranannya di dalam makanan tidak secara langsung, tetapi terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan seperti susu bubuk, tepung terigu, gula pasir dan lain sebagainya. Beberapa bahan anti kempal yang diizinkan di dalam bahan-bahan untuk makanan diantaranya adalah aluminium silikat, kalsium aluminium silikat, kalsium silikat, magnsium karbonat, magnesium oksida, dan magnesium silikat.
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti, kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan untuk makanan diantaranya adalah asam askorbat, kalium bromat, natrium stearoil-2-laktat.
Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan diantaranya kalsium glukonat, kalsium klorida, dan kalsium sulfat.
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan warna-warna makanan. Beberapa bahan sekuestrans yang diizinkan untuk makanan di antaranya adalah asam fosfat, iso propil sitrat, kalsium dinatrium edetat (EDTA), monokalium fosfat, dan natrium pirofosfat.
Enzim yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat menguraikan komponen pangan tertentu secara enzimatis, sehingga membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut dll. Penambahan gizi yaitu penambahan berupa asam amino, mineral dan vitamin, baik tunggal maupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan. Humektan yaitu BTP yang dapat menyerap uap air sehingga mempertahankan kadar air bahan pangan.
C. BAHAN TERLARANG DAN BERBAHAYA
BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia. Bahan yang berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artifisial atau sintetik mempunyai risiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya. Produsen pangan skala rumah tangga atau industri kecil memakai Bahan tambahan yang dinyatakan berbahaya bagi kesehatan karena alasan biaya. Tidak jarang, produk pangan ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk industri lain, misalnya untuk tekstil, dan cat. Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) menemukan banyak produk-produk yang mengandung formalin. Formalin bersifat desinfektan, pembunuh hama, dan sering dipakai untuk mengaetkan mayat. Pewarna tekstil seperti Rhodamin B sering pula ditemukan pada kerupuk dan terasi. Mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh dan kanker.
Bahan tambahan yang dilarang oleh BPOM , melalui Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalh : Asam borat, Asam salisilat, Dietilpirokarbonat, Dulsin, Kalium klorat, Kloramfenol, Minyak nabati yang dibrominasi, Nitrofurazon, dan Formalin.
Asam borat atau Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak dizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalh gunakan untuk dicampurkan dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll.
Boraks bersifat iritan dan racunbagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah.
Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti.
Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada produsen-produsen makanan yang nakal.
Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia. Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan.
Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.
Dietilpirokarbonat (DEP) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik mengandung unsur kimia C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan dlm produk-produk alami dan digunakan sebagai pencegah peragian pada
minuman yang mengandung alkohol maupun minuman yang tidak beralkohol. DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus jeruk dan minuman buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan lama. DEP apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang, dapat memicu timbulnya kanker.
Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali dari sukrosa atau gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami lainnya. Dulsin telah diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan. Dulsin ditarik total dari peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan pengetesan dulsin pada hewan dan menampakkan sifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya kanker.
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat yang terdapat dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan 37 persen formaldehida dalam air, yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen metanol untuk mencegah polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan anti septik, disenfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.
Kalium bromat (potasium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung yang dapat mengeraskan kue. Kalium bromat digunakan para pembuat roti maupun perusahaan pembuat roti untuk membantu proses pembuatan roti dalam oven dan menciptakan tekstur bentuk yang lebih bagus pada proses penyelesaian akhir produknya.bila digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan hilang selama pembakaran atau pemanasan. Bila terlau banyak digunakan,sisas kalium bromat akan tetap banyak dalam roti.
Kalium bromat dilarang pada beberapa negara karena dianggap sebagai karsinogen, pemicu kanker. The Centre for Science in teh Public Interest (CPSI), sebuah lembaga advokasi nutrisi dan kesehatan terkemuka di Amerika Serikat,
mengajukan permohonan kepada food and Drug Administration (FDA) untuk melarang penggunaan kalium bromat. Di negara-negara Eropa, Inggris, da Kanada, kalium bromat telah dilarang mulai 1990 an.
Kalium klorat (KClO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering dimasukkan dalam obat kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988, Pemerintah Indonesia sudah melarang penggunaan kalium klorat sebagai bahan tambahan makanan karena senyawa ini dapat merusak tubuh bahkan kematian. Jika terpapar dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan methemoglobinemia (kelainan dalam darah), kerusakan hati dan ginjal, iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan bersamaan dengan produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare. Brominated vegetabl oil, kloramfenikol dan Nitrofurazon merupakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya.
Senin, 01 Oktober 2012
protein dan analisa protein
Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang
penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis
besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural
dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular. Apabila tulang dan kitin
adalah beton, maka protein struktural adalah dinding batu-batanya. Beberapa
protein struktural, fibrous
protein, berfungsi sebagai pelindung,
sebagai contoh α dan β- keratin yang
terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein struktural lain ada
juga yang berfungsi sebagai perekat, seperti kolagen. Protein dapat memerankan
fungsi sebagai bahan structural karena seperti halnya polimer lain, protein
memiliki rantai yang panjang dan juga dapat mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat
berperan sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk
hidup. Makromolekul ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks
untuk menjaga kelangsungan hidup suatu
organisma. Suatu sistem metabolisme akan
terganggu apabila biokatalis yang berperan di dalamnya mengalami kerusakan
(Hertadi, 2008. rhertadi@biotitech.ac.jp)
A. Protein
1.1. Definisi dan Ciri-ciri
Istilah protein diperkenalkan pada tahun 1830-an
oleh pakar
kimia Belanda bernama Mulder, yang merupakan
salah satu dari orang-orang pertama yang mempelajari kimia dalam protein secara
sistematik. Ia secara tepat menyimpulkan peranan inti dari protein dalam sistem
hidup dengan menurunkan nama dari bahasa Yunani proteios,
yang berarti “bertingkat pertama”. Protein merupakan makromolekul yang menyusun
lebih dari separuh bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel,
komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai
reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian
biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim.
Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan
kombinasi dari 20
asam amino. Setiap jenis protein mempunyai jumlah
dan urutan asam
amino yang khas. Di dalam sel, protein terdapat
baik pada membran
plasma maupun membran internal yang menyusun
organel sel seperti
mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan
badan golgi dengan
fungsi yang berbeda-beda tergantung pada
tempatnya. Protein-protein
yang terlibat dalam reaksi biokimia sebagian
besar berupa enzim
banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian
terdapat pada
kompartemen dari organel sel. Protein merupakan
kelompok biomakromolekul yang sangat heterogen. Ketika berada di luar
makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak
stabil.
Protein merupakan komponen utama bagi semua benda
hidup
termasuk mikroorganisme, hewan dan tumbuhan.
Protein merupakan
rantaian gabungan 22 jenis asam amino. Protein
ini memainkan
berbagai peranan dalam benda hidup dan
bertanggungjawab untuk
fungsi dan ciri-ciri benda hidup (Anonim. 2008.
Protein.
(http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 12
Oktober 2008).
Keistimewaan lain dari protein ini adalah
strukturnya yang
mengandung N (15,30-18%), C (52,40%), H
(6,90-7,30%), O (21-
23,50%), S (0,8-2%), disamping C, H, O (seperti
juga karbohidrat dan
lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai
senyawa
kompleks dengan protein). Dengan demikian maka
salah satu cara
terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan
jumlah protein
secara kuantitatif adalah dengan penentuan
kandungan N yang ada
dalam bahan makanan atau bahan lain (Sudarmaji,
S, dkk. 1989.
Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta).
Ciri-ciri Protein
Protein diperkenalkan sebagai molekul makro
pemberi
keterangan, karena urutan asam amino dari protein
tertentu
mencerminkan keterangan genetik yang terkandung
dalam urutan
basa dari bagian yang bersangkutan dalam DNA yang
mengarahkan
biosintesis protein. Tiap jenis protein ditandai
ciri-cirinya oleh:
1. Susunan kimia yang khas
Setiap protein individual merupakan senyawa murni
2. Bobot molekular yang khas
Semua molekul dalam suatu contoh tertentu dari
protein murni
mempunyai bobot molekular yang sama. Karena
molekulnya yang
besar maka protein mudah sekali mengalami
perubahan fisik
ataupun aktivitas biologisnya.
3. Urutan asam amino yang khas
Urutan asam amino dari protein tertentu adalah
terinci secara
genetik. Akan tetapi, perubahan-perubahan kecil
dalam urutan
asam amino dari protein tertentu (Page, D.S.
1997)
1.2. Fungsi dan Peranan Protein
Protein memegang peranan penting dalam berbagai
proses
biologi. Peran-peran tersebut antara lain:
1. Katalisis enzimatik
Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi
dikatalisis oleh
enzim dan hampir semua enzim adalah protein.
2. Transportasi dan penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport
oleh protein spesifik.
Misalnya transportasi oksigen di dalam eritrosit
oleh hemoglobin
dan transportasi oksigen di dalam otot oleh
mioglobin.
3. Koordinasi gerak
Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua
filamen protein.
Contoh lainnya adalah pergerakan kromosom saat
proses mitosis
dan pergerakan sperma oleh flagela.
4. Penunjang mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh
kolagen yang
merupakan protein fibrosa.
5. Proteksi imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik
dan dapat
mengenal serta berkombinasi dengan benda asing
seperti virus,
bakteri dan sel dari organisma lain.
6. Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik
diperantarai oleh oleh
protein reseptor. Misalnya rodopsin adalah
protein yang sensitif
terhadap cahaya ditemukan pada sel batang retina.
Contoh lainnya
adalah protein reseptor pada sinapsis.
7. Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi
Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan
diferensiasi diatur
oleh protein faktor pertumbuhan. Misalnya faktor
pertumbuhan
saraf mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf.
Selain itu,
banyak hormon merupakan protein (Santoso, H.
2008)
1.3. Jenis-jenis Protein
a. Kolagen, protein struktur yang diperlukan
untuk membentuk
kulit, tulang dan ikatan tisu.
b Antibodi, protein sistem pertahanan yang
melindungi badan
daripada serangan penyakit.
c Dismutase superoxide, protein yang membersihkan
darah
kita.
d Ovulbumin, protein simpanan yang memelihara
badan.
e Hemoglobin, protein yang berfungsi sebagai
pembawa
oksigen
f Toksin, protein racun yang digunakan untuk
membunuh
kuman.
g Insulin, protein hormon yang mengawal aras
glukosa dalam
darah.
h Tripsin, protein yang mencernakan makanan
protein.
1.4. Sumber Protein
Protein lengkap yang mengandung semua jenis asam
amino
esensial, ditemukan dalam daging, ikan, unggas,
keju, telur, susu,
produk sejenis Quark, tumbuhan berbiji, suku
polong-polongan, dan
kentang.
Protein tidak lengkap ditemukan dalam sayuran,
padi-padian,
dan polong-polongan.
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Studi dari Biokimiawan USA Thomas Osborne Lafayete Mendel,
Profesor untuk biokimia di Yale, 1914,
mengujicobakan protein
konsumsi dari daging dan tumbuhan kepada kelinci.
Satu grup kelincikelinci
tersebut diberikan makanan protein hewani,
sedangkan grup
yang lain diberikan protein nabati. Dari
eksperimennya didapati bahwa
kelinci yang memperoleh protein hewani lebih
cepat bertambah
beratnya dari kelinci yang memperoleh protein
nabati. Kemudian studi
selanjutnya, oleh McCay dari
Universitas Berkeley menunjukkan
bahwa kelinci yang memperoleh protein nabati,
lebih sehat dan hidup
dua kali lebih lama (Anonim. 2008. Protein.
(http://www.wikipedia.com)
diakses tanggal 12 Oktober 2008).
Kualitas protein didasarkan pada kemampuannya
untuk
menyediakan nitrogen dan asam amino bagi
pertumbuhan, pertahanan
dan memperbaiki jaringan tubuh. Secara umum kualitas
protein
tergantung pada dua karakteristik berikut:
1. Digestibilitas protein (untuk dapat digunakan
oleh tubuh, asam
amino harus dilepaskan dari komponen lain makanan
dan dibuat
agar dapat diabsorpsi. Jika komponen yang tidak
dapat dicerna
mencegah proses ini asam amino yang penting
hilang bersama
feses).
2. Komposisi asam amino seluruh asam amino yang
digunakan dalam
sintesis protein tubuh harus tersedia pada saat
yang sama agar
jaringan yang baru dapat terbentuk.dengan
demikian makanan
harus menyediakan setiap asam amino dalam jumlah
yang
mencukupi untuk membentuk as.amino lain yang
dibutuhkan.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein:
a. Perkembang jaringan
Periode dimana perkembangn terjadi dengan cepat
seperti pada
masa janin dan kehamilan membutuhkan lebih banyak
protein.
b. Kualitas protein
Kebutuhan protein dipengaruhi oleh kualitas
protein makanan pola
as.aminonya. Tidak ada rekomendasi khusus untuk
orang-orang
yang mengonsumsi protein hewani bersama protein
nabati. Bagi
mereka yang tidak mengonsumsi protein hewani
dianjurkan untuk
memperbanyak konsumsi pangan nabatinya untuk
kebutuhan asam
amino.
c. Digestibilitas protein
Ketersediaan as.amino dipengaruhi oleh persiapan
makanan.
Panas menyebabkan ikatan kimia antara gula dan
as.amino yang
membentuk ikatan yang tidak dapat dicerna.
Digestibitas dan
absorpsi dipengaruhi oleh jarak antara waktu
makan, dengan
interval yang lebih panjang akan menurunkan
persaingan dari
enzim yang tersedia dan tempat absorpsi.
d. Kandungan energi dari makanan
Jumlah yang mencukupi dari karbohidrat harus
tersedia untuk
mencukupi kebutuhan energi sehingga protein dapat
digunakan
hanya untuk pembagunan jaringn. Karbohidrat juga
mendukung
sintesis protein dengan merangsang pelepasan
insulin.
e. Status kesehatan
Dapat meningkatkan kebutuhan energi karena
meningkatnya
katabolisme. Setelah trauma atau operasi asam
amino dibutuhkan
untuk pembentukan jaringan, penyembuhan luka dan
produksi
faktor imunitas untuk melawan infeksi (Anonim.
2007).
B. Penggolongan Protein
Protein adalah molekul yang sangat vital untuk
organisme dan
terdapat di semua sel. Protein merupakan polimer
yang disusun oleh 20
macam asam amino standar. Rantai asam amino
dihubungkan dengan
ikatan kovalen yang spesifik. Struktur &
fungsi ditentukan oleh kombinasi,
jumlah dan urutan asam amino sedangkan sifat
fisik dan kimiawi
dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya.
Penggolongan protein dibedakan menjadi beberapa
macam, antara
lain:
1. Berdasarkan struktur molekulnya
Struktur protein terdiri dari empat macam :
1. Struktur primer (struktur utama)
Struktur ini terdiri dari asam-asam amino yang
dihubungkan satu
sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida.
2. Struktur sekunder
Protein sudah mengalami interaksi intermolekul,
melalui rantai
samping asam amino. Ikatan yang membentuk
struktur ini, didominasi
oleh ikatan hidrogen antar rantai samping yang
membentuk pola
tertentu bergantung pada orientasi ikatan
hidrogennya. Ada dua jenis
struktur sekunder, yaitu: -heliks dan -sheet.
3. Struktur Tersier
Terbentuk karena adanya pelipatan membentuk
struktur yang
kompleks. Pelipatan distabilkan oleh ikatan
hidrogen, ikatan disulfida,
interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan
hidrofilik.
4. Struktur Kuartener
Terbentuk dari beberapa bentuk tersier, dengan
kata lain multi sub
unit. Interaksi intermolekul antar sub unit
protein ini membentuk
struktur keempat/kuartener
2. Berdasarkan Bentuk dan Sifat Fisik
1. Protein globular
Terdiri dari polipeptida yang bergabung satu sama
lain (berlipat
rapat) membentuk bulat padat. Misalnya enzim,
albumin, globulin,
protamin. Protein ini larut dalam air, asam,
basa, dan etanol.
2. Protein serabut (fibrous protein)
Terdiri dari peptida berantai panjang dan berupa
serat-serat yang
tersusun memanjang, dan memberikan peran
struktural atau
pelindung. Misalnya fibroin pada sutera dan
keratin pada rambut
dan bulu domba. Protein ini tidak larut dalam
air, asam, basa,
maupun etanol.
3. Berdasarkan Fungsi Biologi
Pembagian protein didasarkan pada fungsinya di
dalam tubuh, antara
lain:
1. Enzim (ribonukease, tripsin)
2. Protein transport (hemoglobin, mioglobin,
serum, albumin)
3. Protein nutrien dan penyimpan (gliadin/gandum,
ovalbumin/telur,
kasein/susu, feritin/jaringan hewan)
4. Protein kontraktil (aktin dan tubulin)
5. Protein Struktural (kolagen, keratin, fibrion)
6. Protein Pertahanan (antibodi, fibrinogen dan
trombin, bisa ular)
7. Protein Pengatur (hormon insulin dan hormon
paratiroid)
4. Berdasarkan Daya Larutnya
1. Albumin
Larut air, mengendap dengan garam konsentrasi
tinggi. Misalnya
albumin telur dan albumin serum
2. Globulin Glutelin
Tidak larut dalam larutan netral, larut asam dan
basa encer.
Glutenin (gandum), orizenin (padi).
3. Gliadin (prolamin)
Larut etanol 70-80%, tidak larut air dan etanol
100%.
Gliadin/gandum, zein/jagung
4. Histon
Bersifat basa, cenderung berikatan dengan asam
nukleat di dalam
sel. Globin bereaksi dengan heme (senyawa asam
menjadi
hemoglobin). Tidak larut air, garam encer dan
pekat (jenuh 30-
50%). Misalnya globulin serum dan globulin telur.
5. Protamin
Larut dalam air dan bersifat basa, dapat
berikatan dengan asam
nukleat menjadi nukleoprotamin (sperma ikan).
Contohnya salmin
5. Protein Majemuk
Adalah protein yang mengandung senyawa bukan
hanya protein
1. Fosfoprotein
Protein yang mengandung fosfor, misalnya kasein
pada susu,
vitelin pada kuning telur
2. Kromoprotein
Protein berpigmen, misalnya asam askorbat
oksidase mengandung
Cu
3. Fosfoprotein
Protein yang mengandung fosfor, misalnya kasein
pada susu,
vitelin pada kuning telur
4. Kromoprotein
Protein berpigmen, misalnya asam askorbat
oksidase mengandung
Cu
5. Protein Koenzim
Misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
6. Protein Koenzim
Misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
7. Lipoprotein
Mengandung asam lemak, lesitin
8. Metaloprotein
Mengandung unsur-unsur anorganik (Fe, Co, Mn, Zn,
Cu, Mg dsb)
9. Glikoprotein
Gugus prostetik karbohidrat, misalnya musin (pada
air liur),
oskomukoid (pada tulang)
10.Nukleoprotein
Protein dan asam nukleat berhubungan (berikatan
valensi
sekunder) misalnya pada jasad renik
C. Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu ;
Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi
Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole,
reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi
Sakaguchi.
Secara kuantitatif terdiri dari ; metode
Kjeldahl, metode titrasi formol,
metode Lowry, metode spektrofotometri visible
(Biuret), dan metode
spektrofotometri UV.
Analisa Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan
hati-hati ke dalam
larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan
putih yang dapat
berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi
yang terjadi ialah
nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada
molekul protein. Reaksi
ini positif untuk protein yang mengandung tirosin,
fenilalanin dan
triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat
direaksikan dengan
pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam
glioksilat. Pereaksi ini
dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium
dalam air. Setelah
dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam
sulfat dituangkan
perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di
bawah larutan protein.
Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu
pada batas antara
kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan
merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada
larutan protein, akan
menghasilkan endapan putih yang dapat berubah
menjadi merah oleh
pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk
fenol-fenol, karena
terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus
hidroksifenil yang
berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan
menghasilkan warna
merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH
bebas. Jadi
protein yang mengandung sistein dapat memberikan
hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan
natriumhipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif
apabila ada gugus
guanidin. Jadi arginin atau protein yang
mengandung arginin dapat
menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH
kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan
adanya senyawasenyawa
yang mengandung gugus amida asam yang berada
bersama
gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi
positif yaitu ditandai
dengan timbulnya warna merah violet atau biru
violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua
metode, yaitu: Metode
konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari
destruksi, destilasi, titrasi),
titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak
terlarut.
Metode modern, yaitu metode Lowry, metode
spektrofotometri visible,
metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk
protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein, dan
senyawa yang
mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan
asam sulfat dan
dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan
menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan
alkali dengan
kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam
larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Penetapan Kadar
Prosedur :
a. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan,
masukkan dalam labu
Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai
gunakan
bahan kurang dari 1 g).
b. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan
0,35 g raksa (II)
oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
c. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam
lemari asam
sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan
sampai
mendidih dan cairan sudah menjadi jernih.
Tambahkan pemanasan
kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan
biarkan sampai
dingin.
d. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam
labu Kjeldahl yang
didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn,
tambahkan 15
ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan
akhirnya tambahkan
perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50%
sebanyak 50 ml
yang telah didinginkan dalam lemari es.
e. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada
alat destilasi.
Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua
lapis cairan
tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai
mendidih.
f. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang
telah diisi dengan
larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan
indikator
merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak
5 tetes, ujung
pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam
larutan asam
klorida 0,1N.
g. Proses destilasi selesai jika destilat yang
ditampung lebih kurang
75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak
bereaksi dengan
destilat dititrasi dengan larutan baku natrium
hidroksida 0,1N. Titik
akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan
warna larutan dari merah
menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Kadar = V NaOH blanko – V NaOH sampel x N NaOH x
14,008 x 100% x Fk
berat sampel (mg)
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH)
lalu ditambahkan
formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya
dimethilol
ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan
tidak akan mempengaruhi
reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga
akhir titrasi dapat
diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan
adalah p.p., akhir
titrasi bila tepat terjadi perubahan warna
menjadi merah muda yang
tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A :
Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam
fosfomolibdat dengan
perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :
Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml
natrium hidroksida
0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml
tembaga (II) sulfat
1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi
300
μg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung
reaksi, misal dengan
komposisi berikut :
Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml
reagen Lowry B
dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1
ml reagen Lowry
A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca
absorbansinya pada
panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai
blanko adalah
tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang
terlarut misal albumin,
endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat
kristal
(jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya,
kalau perlu sampai
mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam
larutan). Pisahkan protein
yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama
10 menit,
pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan
proteinnya
kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam
asetat pH 5 misal
sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan
penetapan
selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari
penambahan 8 ml
reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O)
dan kalium
natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml
aquades dalam labu
takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium
hidroksida 10%
sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan
aquades sampai garis
tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum
albumin (BSA):
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan
dalam aquades
sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0%
(Li).
Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen
Biuret dan aquades
misal dengan komposisi sebagai berikut:
Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada λ 550
nm terhadap
blanko yang terdiri dari 800 μL reagen Biuret dan
200 μL aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang
terlarut misal albumin,
endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat
kristal
(jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya,
kalau perlu sampai
mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam
larutan). Pisahkan protein
yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama
10 menit,
pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan
proteinnya
kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam
asetat pH 5 misal
sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah μL larutan
tersebut secara kuantitatif
kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu
tambah dengan
dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret,
baca
absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap
blanko yang
berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5.
Perhatikan adanya faktor
pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin
harus masuk
dalam kisaran absorban kurva baku.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah
triptofan, tirosin dan
fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik.
Triptofan mempunyai
absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk
tirosin mempunyai
absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin
menyerap sinar kurang
kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek.
Absorpsi sinar pada
280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi
protein dalam
larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu
dikoreksi kemungkinan
adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi
pada 260 nm.
Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan
kontaminasi
oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260
menentukan faktor koreksi
yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x
pengenceran
Alat Spektrofotometer
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2008. Protein.
(http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 12
Oktober 2008.
2. Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Penerbit Liberty: Yogyakarta.
3. Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga: Jakarta.
4. Santoso, H. 2008. Protein dan Enzim. (http://www.heruswn.teachnology.
com) diakses tanggal 12 Oktober 2008.
5. Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
6. Anonim. 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan
Sehari-hari.
(http://www.blogger.com) diakses tanggal 12
Oktober 2008
7. Sudjadi, A. dan Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan cetakan I.
Yogyakarta: Yayasan Farmasi Indonesia.
8. Apriyantono, A. dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi
Psat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
9. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.
10.Kamal, M. 1991. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak,
Yogyakarta: UGM-Press